Saturday, June 21, 2014

FOBIA KELOR

     
      Fobia, sebuah kata yang mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Menurut kamus besar bahasa indonesia, fobia diartikan sebagai ketakutan yg sangat berlebihan terhadap benda atau keadaan tertentu yg dapat menghambat kehidupan penderitanya,jadi Bedasarkan pengertian fobia menurut  KBBI tadi, mngkin disini kita bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa fobia merupakan salah satu jenis gangguan psikis berupa rasa takut yang berlebihan terhadap sesuatu.

Mungkin sesuatu hal yg lazim jika kita melihat ada seseorang fobia dengan ular, tikus, laba- laba, atau kecoa, tapi apa jadinya jika ada orang yang fobia daun kelor ?  fenomena ini bukanlah isapan jempol belaka, hal ini benar2 terjadi pada seorang kawan  yang akan saya kisahkan dalam tulisan ini.


            Peristiwa itu bermula ketika saya melaksanakan kegiatan kuliah kerja nyata di waktobi, sebuah kabupaten di kaki pulau sulawesi, tepatnya di provinsi sulawesi tenggara yang memliki poten si kelautan yg luar biasa.dalam kegiatan tersebut, takdir mempertemukan saya dengan seorang kawan dari pulau kalimantan tepatnya kalimantan selatan sebut saja si R  yang juga merupakan salah satu peserta dalam kegiatan kuliah kerja nyata tersebut.

            Sekalipun wakatobi memiliki potensi kelautan yang besar, ikan dalam jumlah yang banyak, namun ada saat – saat dimana penduduk setempat tidak dapat menikmati hasil – hasil laut yang kaya itu,kita sebut saja musim “paceklik ikan”. Fenomena ini biasanya tejadi ketika angin bertiup dengan kencang ,yang menyebabkan gelombang  meninggi, dan lautpun menjadi garang hingga tidak ada nelayan yang berani untuk melaut. Keadaan ini mengakibatkan harga ikan meroket tajam bahkan terkadang ikanpun menjadi barang langka dan sialnya lagi fenomena ini juga terjadi ketika saya sedang berada di wakatobi. Namun begitulah indonesia konon katanya dengan tanahnya yang subur, tongkat dan batu pun bisa jadi tanaman. Mitos ini berlaku di seluruh indonesia tidak terkecuali di wakatobi, meskipun di tanah yang berbatu namun berbagai jenis tanaman buah dan sayuran bisa tumbuh di daerah ini, sungguh kuasa Allah yang luar biasa.

            Akhirnya dengan kuasa Tuhan tersebut. Keadaan “paceklik ikan” tidak mengakibatkan kami menjadi mati kelaparan, karena ada makanan alternatif untuk kami konsumsi sebagai pengganti ikan, yaitu sayur2an.

            Di Suatu  siang sewaktu kami selesai melaksanakan salah satu program kerja kami, maka tibalah saatnya untuk mengisi perut yang lapar, makanan pun telah di hidangkan,meskipun dengan menu seadanya hanya sayur kelor dan ikan kering, namun bagi kami itu sudah lebih dari cukup untuk mngenyangkan kami. Di tengah acara santap siang yang hikamad tersebut terlihat wajah gundah gulana dari salah satu kawan saya, ya dia adalah kawan saya yang berasal dari kalimantan si R, entah apa yang dia pikirkan saya pura2 tidak peduli dan terus saja melanjutkan acara makan saya, mungkin karena tidak tahan dengan rasa resah, gundah gulana yang dialaminya, kawan saya R itu pun menanyakan perihal menu yang ia konsumsi kepada salah satu teman saya lain.

R: “ mas ini daun apa yah, daun katup yah ?

Tl : “ oh bukan mas ini daun kelor”
           
Seketika wajah R menjadi pucat dan diapun mulai memisahkan kelor2 yang terlanjur ia campur pada piring makanya,dan kemudian membuangnya, kami semua yang melihat peristiwa itu menjadi terheran2, namun demi ketertiban acara makan siang hari itu, kami pura2 tidak memperdulikan hal tersebut Dan Kembali melanjutkan acara makan siang.

            Setelah makan acara makan siang selesai kami yang masih penasaran dengan reaksi R terhadap daun kelor, akhirnya menyakan hal tersebut secara langsung  kepada R, dan setelah melakukan beberapa menit “introgasi” akhirnya kami paham bahwa rasa takut R terhadap daun kelor di sebabkan oleh budaya dan adat istiadat yang konon dianut dan di selalu di praktekan oleh,suku R yaitu suku jawa, bahwa kelor merupakan salah satu pelengkap ritual  ketika memandikan mayat, oleh karena itulah sehingga R merasa takut, jika harus berhadapan dengan dengan daun kelor.


            Sejak saat itu, R yang fobia  terhadap daun kelor itupun, akhinya selalu menjadi bulan2nan dan bahan candaan kami, kami selalu menakut2ti R dengan daun kelor, apalagi jika waktu makan tiba.