Fobia, sebuah kata yang mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Menurut kamus besar bahasa indonesia, fobia diartikan sebagai ketakutan yg sangat berlebihan terhadap benda atau keadaan tertentu yg dapat menghambat kehidupan penderitanya,jadi Bedasarkan pengertian fobia menurut KBBI tadi, mngkin disini kita bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa fobia merupakan salah satu jenis gangguan psikis berupa rasa takut yang berlebihan terhadap sesuatu.
Mungkin sesuatu hal yg lazim jika kita
melihat ada seseorang fobia dengan ular, tikus, laba- laba, atau kecoa, tapi
apa jadinya jika ada orang yang fobia daun kelor ? fenomena ini bukanlah isapan jempol belaka,
hal ini benar2 terjadi pada seorang kawan yang akan saya kisahkan dalam tulisan ini.
Peristiwa
itu bermula ketika saya melaksanakan kegiatan kuliah kerja nyata di waktobi,
sebuah kabupaten di kaki pulau sulawesi, tepatnya di provinsi sulawesi tenggara
yang memliki poten si kelautan yg luar biasa.dalam kegiatan tersebut, takdir
mempertemukan saya dengan seorang kawan dari pulau kalimantan tepatnya
kalimantan selatan sebut saja si R yang
juga merupakan salah satu peserta dalam kegiatan kuliah kerja nyata tersebut.
Sekalipun
wakatobi memiliki potensi kelautan yang besar, ikan dalam jumlah yang banyak,
namun ada saat – saat dimana penduduk setempat tidak dapat menikmati hasil –
hasil laut yang kaya itu,kita sebut saja musim “paceklik ikan”. Fenomena ini
biasanya tejadi ketika angin bertiup dengan kencang ,yang menyebabkan gelombang
meninggi, dan lautpun menjadi garang
hingga tidak ada nelayan yang berani untuk melaut. Keadaan ini mengakibatkan
harga ikan meroket tajam bahkan terkadang ikanpun menjadi barang langka dan sialnya
lagi fenomena ini juga terjadi ketika saya sedang berada di wakatobi. Namun
begitulah indonesia konon katanya dengan tanahnya yang subur, tongkat dan batu
pun bisa jadi tanaman. Mitos ini berlaku di seluruh indonesia tidak terkecuali
di wakatobi, meskipun di tanah yang berbatu namun berbagai jenis tanaman buah
dan sayuran bisa tumbuh di daerah ini, sungguh kuasa Allah yang luar biasa.
Akhirnya
dengan kuasa Tuhan tersebut. Keadaan “paceklik ikan” tidak mengakibatkan kami
menjadi mati kelaparan, karena ada makanan alternatif untuk kami konsumsi
sebagai pengganti ikan, yaitu sayur2an.
Di
Suatu siang sewaktu kami selesai melaksanakan
salah satu program kerja kami, maka tibalah saatnya untuk mengisi perut yang
lapar, makanan pun telah di hidangkan,meskipun dengan menu seadanya hanya sayur
kelor dan ikan kering, namun bagi kami itu sudah lebih dari cukup untuk mngenyangkan
kami. Di tengah acara santap siang yang hikamad tersebut terlihat wajah gundah
gulana dari salah satu kawan saya, ya dia adalah kawan saya yang berasal dari
kalimantan si R, entah apa yang dia pikirkan saya pura2 tidak peduli dan terus
saja melanjutkan acara makan saya, mungkin karena tidak tahan dengan rasa
resah, gundah gulana yang dialaminya, kawan saya R itu pun menanyakan perihal
menu yang ia konsumsi kepada salah satu teman saya lain.
R: “ mas ini daun apa yah, daun katup yah ?
Tl : “ oh bukan mas ini daun kelor”
Seketika wajah
R menjadi pucat dan diapun mulai memisahkan kelor2 yang terlanjur ia campur
pada piring makanya,dan kemudian membuangnya, kami semua yang melihat peristiwa
itu menjadi terheran2, namun demi ketertiban acara makan siang hari itu, kami pura2
tidak memperdulikan hal tersebut Dan Kembali melanjutkan acara makan siang.
Setelah
makan acara makan siang selesai kami yang masih penasaran dengan reaksi R
terhadap daun kelor, akhirnya menyakan hal tersebut secara langsung kepada R, dan setelah melakukan beberapa menit
“introgasi” akhirnya kami paham bahwa rasa takut R terhadap daun kelor di
sebabkan oleh budaya dan adat istiadat yang konon dianut dan di selalu di
praktekan oleh,suku R yaitu suku jawa, bahwa kelor merupakan salah satu
pelengkap ritual ketika memandikan mayat,
oleh karena itulah sehingga R merasa takut, jika harus berhadapan dengan dengan
daun kelor.
Sejak
saat itu, R yang fobia terhadap daun kelor itupun, akhinya selalu menjadi bulan2nan dan bahan
candaan kami, kami selalu menakut2ti R dengan daun kelor, apalagi jika waktu
makan tiba.