Sunday, June 22, 2014

DEMONSTRASI

     

    Unjuk rasa atau demonstrasi , adalah suatu aktivitas  yang boleh diakata rutin dijalankan oleh sebagian besar mahasiswa, disamping kuliah tentunya. Demonstrasi adalah suatu aktivitas untuk melakukan protes secara massal. Konon katanya  mahasiswa adalah kaum intelek  dan terdidik, yang jeli melihat ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat, olehnya itu ada beberapa dari kalangan mahasiswa merasa perlu untuk mengawasi kinerja pemerintah, jika ada saja oknum pejabat pemerintah yang terindikasi terlibat kasus korupsi maka oknum tersebut harus bersiap2 untuk di “demo” oleh mahasiswa. Kelompok mahasiswa semacam ini biasa menyebut diri mereka sebagai parlemen jalanan.

            Dalam praktek unjuk rasa yang sering saya temui  di lapangan , unjuk rasa biasanya terdiri dari dua jenis (kesimpulan subyektif) , pertama mahasiswa pelaku demonstrasi melakukan aksi protes dengan baik2, berorasi (menyampaikan tuntutan) dengan santun, dan kemudian diterima secara baik2 pula untuk berdialog dan setelah menemukan solusi, aksi unjuk rasa pun selesai (demonstran bubar), aksi unjuk rasa semacam ini biasanya di namakan  aksi damai, yang kedua para mahasiswa pelaku unjuk rasa datang secara baik2, kemudian sang orator memulai orasi dengan kata2 pembuka  yang santun, dengan mengucapkan salam, bismillah, namun setelah masuk ke inti orasi , si orator tadi melah mencaci maki polisi, mirip orang kesetanan, ditambah lagi dengan sedikit aksi profokasi dari demonstran yang lain, yang biasanya dilakukan dengan melempar polisi mengunakan batu,kayu, atau botol kemasan air mineral , tak pelak polisi pun membalas dengan dengan tembakan gas air mata dan peluru karet, dan selanjutnya terjadilah bentrokan antara demonstran dan polisi, yah, seperti yang sering kita saksikan di televisi, aksi demonstrasi semacam ini biasanya di namakan aksi chaos.


            Berbicara tetang demonstrasi,  saya akan sedikit bercerita tentang  pengalaman saya ketika ikut serta dalam sebuah aksi demonstrasi, yah tentu saja bukan aksi damai,tapi aksi chaos yang mengakibatkan banyak korban berjatuhan.
           
            Kejadian itu berlangsung pada hari Kamis  medio 2010, entah bulan juni atau juli saya juga kurang ingat, kala itu saya masih tergolong mahasiswa baru, karena belum lama menyandang status mahasiswa dan baru saja selesai melaksanakan kegiatan pendidikan karakter (ospek). Hari itu suasana kampus terasa berbeda dari biasanya, ada banyak mahasiswa berkerumun di beberapa titik, beberapa dari mereka menenteng2 megafon ,(sejenis pengeras suara), sambil berorasi. Tanpa perlu melakukan penyelidikan  mendalam , saya bisa simpulkan bahwa mereka akan melakukan aksi demonstrasi. kala itu Bagi saya ,melihat  mahasiswa - mahasiswa melakukan orasi, seolah2 melihat bung karno, dan bung tomo berorasi, keren, hebat, pahlawan pembela rakyat kecil, begitulah yang terlintasi di benak saya,kala melihat mereka. saya sangat terobsesi untuk bisa menjadi seperti mereka. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk ikut bergabung dalam aksi demonstrasi tersebut , dengan mengorbankan kuliah saya hari itu (bolos).

            Ratusan massa sudah terkumpul, konsolidasipun dihentikan. Aksi dimulai dengan berjalan kaki, sambil beorasi  dari area kampus hingga ke jalan raya di luar area kampus. Selanjutnya aksi anakispun di mulai pertama2 kami memacetkan jalan raya dengan memblokir semua pintu masuk kendaraan ( sepeda motor, mobil dll) kedalam area kampus, tak pelak jalan raya pun mengalami kemacetan total yang disebabkan oleh ratusan kendaraan yang gagal masuk ke dalam area kampus, kemudian kami mulai membajak puluhan mobil angkutan umum, dan beberapa buah truck dan memaksa mereka untuk membawa kami ke tempat tujuan, tidak tanggung2  tempat tujuan kami untuk melakukan unjuk rasa hari itu adalah  POLDA, yang merupakan markas polisi terbesar di kota kami.
           
            Diperjalan menuju polda aksi  anarkis kami terus berlanjut. saya menyaksikan beberapa dari peserta unjuk rasa merusak dan mencabut setiap rabu – rambu lalu lintas yang kami lewati, saya juga menyaksikan beberapa orang kawan saya berusaha mengejar dan memukuli setiap oknum polisi yang kami temui dalam perjalan kami. Begitulah aksi vadalisme kami terus berlanjut hingga kami sampai di tempat tujuan.

            Kendaraan yang mengantar kami berhenti Sekitar beberapa ratus meter dari Polda,dan kemudian kamipun kembali mulai menyusun barisan untuk menuju polda dengan berjalan kaki. Setibanya di polda kami disambut oleh ratusan polisi lengkap dengan senjatanya ditambah satu unit kendaraann lapis baja yang sewaktu2 siap menembakan gas airmata kepada kami. Selanjutnya oraspuni dimulai. Orasi pembuka dilakukan oleh Korlap  (kordinator lapangan ) sebutan bagi orang yang memimpin aksi unjuk rasa, dan selanjutnya bergilir  bergantian dari satu orang ke orang lain, dari satu mahasiswa ke mahasiswa yg lain, tentu saja mahasiswa baru seperti kami tidak di beri kesempatan untuk berorasi, yang pantas berorasi hanya mahasiswa2 senior yang sudah berpengalaman.

            Awalnya proses unjuk rasa berjalan lancar, namun entah disengaja atau tidak, seorang demonstran yang tengah berorasi belakukan aksi caci maki terhadap polisi, tidak tanggung2 demonstran tersebut memanggil  polisi dengan sebutan an**ng coklat, Bin***ng berseragam dan kata2 kasar lainya, sontak saja, polisi yang tersinggung dengan kata2 dari demonstran tersebut menjadi “beringas” mereka mulai memukuli dan menedangi demonstran. Seketika demonstran juga membalas serangan polisi dengan pukulan dan tendangan, maka seketika terjadilah adu jotos.

            Selanjutnya keadaanpun menjadi tidak terkendali, polisi mulai menembaki kami dengan menggunakan peluru karet dan gas airmata, dan kami pun membalas tembakan2 tersebut dengan lemparan batu dan kayu, korban bejatuhan dari kedua belah pihak, namun tentu saja korban dari pihak demonstranlah yang lebih banyak, saya menyaksikan beberapa kawan saya bersimbah darah entah akibat terkena tembakan polisi atau terkena lemparan sesama demonstran. Kami yang kala itu mulai terdesak akhirnya memutuskan untuk mundur dan menyelamatkan diri, namun tidak cukup sampai disitu polisi terus saja mengejar kami,dan  beberapa dari demonstran berhasil ditangkap,dan bagi demonstran yang tertangkap akan menjadi menjadi bulan – bulanan polisi, mereka akan dihajar sampai babak belur oleh polisi. beruntung bagi saya hari itu, saya tidak termasuk dalam kelompok demonstran yang sial itu, saya berhasil menyelamatkan diri dengan cara menyusup dalam sebuah mobil angkutan umum yang digunakan untuk mengangkut speaker dan segala keperluan untuk melakukan demonstrasi.

            Beberapa hari kemudian aksi demonstrasi yang kami lakukan terus menerus menjadi buah bibir, entah di kampus, di lingkungan masyarakat, atau di media massa yang ada di kota kami. Dan bahkan saya juga menyaksikan ada beberapa media nasional yang memberitakan mengenai aksi demonstrasi anarkis yang kami lakukan.

            Setelah kejadian itu saya memutuskan untuk lebih selektif dalam mengikuti aksi unjuk rasa,dan dengan kejadian itu pula menjadi lebih faham bahwa seanarkis apapun mahasiswa tidak akan mampu mengalahkan kegarangan polisi.