Unjuk rasa atau demonstrasi , adalah suatu aktivitas yang boleh diakata rutin dijalankan oleh sebagian besar mahasiswa, disamping kuliah tentunya. Demonstrasi adalah suatu aktivitas untuk melakukan protes secara massal. Konon katanya mahasiswa adalah kaum intelek dan terdidik, yang jeli melihat ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat, olehnya itu ada beberapa dari kalangan mahasiswa merasa perlu untuk mengawasi kinerja pemerintah, jika ada saja oknum pejabat pemerintah yang terindikasi terlibat kasus korupsi maka oknum tersebut harus bersiap2 untuk di “demo” oleh mahasiswa. Kelompok mahasiswa semacam ini biasa menyebut diri mereka sebagai parlemen jalanan.
Dalam praktek unjuk rasa yang sering
saya temui di lapangan , unjuk rasa
biasanya terdiri dari dua jenis (kesimpulan subyektif) , pertama mahasiswa
pelaku demonstrasi melakukan aksi protes dengan baik2, berorasi (menyampaikan
tuntutan) dengan santun, dan kemudian diterima secara baik2 pula untuk
berdialog dan setelah menemukan solusi, aksi unjuk rasa pun selesai (demonstran bubar), aksi unjuk rasa semacam ini biasanya di namakan aksi damai, yang kedua para mahasiswa pelaku
unjuk rasa datang secara baik2, kemudian sang orator memulai orasi dengan kata2
pembuka yang santun, dengan mengucapkan
salam, bismillah, namun setelah masuk ke inti orasi , si orator tadi melah
mencaci maki polisi, mirip orang kesetanan, ditambah lagi dengan sedikit aksi
profokasi dari demonstran yang lain, yang biasanya dilakukan dengan melempar
polisi mengunakan batu,kayu, atau botol kemasan air mineral , tak pelak polisi
pun membalas dengan dengan tembakan gas air mata dan peluru karet, dan
selanjutnya terjadilah bentrokan antara demonstran dan polisi, yah, seperti
yang sering kita saksikan di televisi, aksi demonstrasi semacam ini biasanya di
namakan aksi chaos.
Berbicara tetang demonstrasi, saya akan sedikit bercerita tentang pengalaman saya ketika ikut serta dalam sebuah
aksi demonstrasi, yah tentu saja bukan aksi damai,tapi aksi chaos yang
mengakibatkan banyak korban berjatuhan.
Kejadian itu berlangsung pada hari Kamis
medio 2010, entah bulan juni atau juli
saya juga kurang ingat, kala itu saya masih tergolong mahasiswa baru, karena
belum lama menyandang status mahasiswa dan baru saja selesai melaksanakan
kegiatan pendidikan karakter (ospek). Hari itu suasana kampus terasa berbeda
dari biasanya, ada banyak mahasiswa berkerumun di beberapa titik, beberapa dari
mereka menenteng2 megafon ,(sejenis pengeras suara), sambil berorasi. Tanpa
perlu melakukan penyelidikan mendalam ,
saya bisa simpulkan bahwa mereka akan melakukan aksi demonstrasi. kala itu Bagi
saya ,melihat mahasiswa - mahasiswa
melakukan orasi, seolah2 melihat bung karno, dan bung tomo berorasi, keren,
hebat, pahlawan pembela rakyat kecil, begitulah yang terlintasi di benak
saya,kala melihat mereka. saya sangat terobsesi untuk bisa menjadi seperti
mereka. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk ikut bergabung dalam aksi
demonstrasi tersebut , dengan mengorbankan kuliah saya hari itu (bolos).
Ratusan massa sudah terkumpul,
konsolidasipun dihentikan. Aksi dimulai dengan berjalan kaki, sambil
beorasi dari area kampus hingga ke jalan
raya di luar area kampus. Selanjutnya aksi anakispun di mulai pertama2 kami
memacetkan jalan raya dengan memblokir semua pintu masuk kendaraan ( sepeda
motor, mobil dll) kedalam area kampus, tak pelak jalan raya pun mengalami
kemacetan total yang disebabkan oleh ratusan kendaraan yang gagal masuk ke
dalam area kampus, kemudian kami mulai membajak puluhan mobil angkutan umum,
dan beberapa buah truck dan memaksa mereka untuk membawa kami ke tempat tujuan,
tidak tanggung2 tempat tujuan kami untuk
melakukan unjuk rasa hari itu adalah POLDA, yang merupakan markas polisi terbesar
di kota kami.
Diperjalan menuju polda aksi anarkis kami terus berlanjut. saya
menyaksikan beberapa dari peserta unjuk rasa merusak dan mencabut setiap rabu –
rambu lalu lintas yang kami lewati, saya juga menyaksikan beberapa orang kawan
saya berusaha mengejar dan memukuli setiap oknum polisi yang kami temui dalam
perjalan kami. Begitulah aksi vadalisme kami terus berlanjut hingga kami sampai
di tempat tujuan.
Kendaraan yang mengantar kami
berhenti Sekitar beberapa ratus meter dari Polda,dan kemudian kamipun kembali
mulai menyusun barisan untuk menuju polda dengan berjalan kaki. Setibanya di
polda kami disambut oleh ratusan polisi lengkap dengan senjatanya ditambah satu
unit kendaraann lapis baja yang sewaktu2 siap menembakan gas airmata kepada
kami. Selanjutnya oraspuni dimulai. Orasi pembuka dilakukan oleh Korlap (kordinator lapangan ) sebutan bagi orang
yang memimpin aksi unjuk rasa, dan selanjutnya bergilir bergantian dari satu orang ke orang lain,
dari satu mahasiswa ke mahasiswa yg lain, tentu saja mahasiswa baru seperti
kami tidak di beri kesempatan untuk berorasi, yang pantas berorasi hanya
mahasiswa2 senior yang sudah berpengalaman.
Awalnya proses unjuk rasa berjalan
lancar, namun entah disengaja atau tidak, seorang demonstran yang tengah
berorasi belakukan aksi caci maki terhadap polisi, tidak tanggung2 demonstran
tersebut memanggil polisi dengan sebutan
an**ng coklat, Bin***ng berseragam dan kata2 kasar lainya, sontak saja, polisi
yang tersinggung dengan kata2 dari demonstran tersebut menjadi “beringas”
mereka mulai memukuli dan menedangi demonstran. Seketika demonstran juga membalas
serangan polisi dengan pukulan dan tendangan, maka seketika terjadilah adu
jotos.
Selanjutnya keadaanpun menjadi tidak
terkendali, polisi mulai menembaki kami dengan menggunakan peluru karet dan gas
airmata, dan kami pun membalas tembakan2 tersebut dengan lemparan batu dan
kayu, korban bejatuhan dari kedua belah pihak, namun tentu saja korban dari
pihak demonstranlah yang lebih banyak, saya menyaksikan beberapa kawan saya
bersimbah darah entah akibat terkena tembakan polisi atau terkena lemparan
sesama demonstran. Kami yang kala itu mulai terdesak akhirnya memutuskan untuk
mundur dan menyelamatkan diri, namun tidak cukup sampai disitu polisi terus
saja mengejar kami,dan beberapa dari
demonstran berhasil ditangkap,dan bagi demonstran yang tertangkap akan menjadi
menjadi bulan – bulanan polisi, mereka akan dihajar sampai babak belur oleh
polisi. beruntung bagi saya hari itu, saya tidak termasuk dalam kelompok
demonstran yang sial itu, saya berhasil menyelamatkan diri dengan cara menyusup
dalam sebuah mobil angkutan umum yang digunakan untuk mengangkut speaker dan
segala keperluan untuk melakukan demonstrasi.
Beberapa hari kemudian aksi
demonstrasi yang kami lakukan terus menerus menjadi buah bibir, entah di
kampus, di lingkungan masyarakat, atau di media massa yang ada di kota kami.
Dan bahkan saya juga menyaksikan ada beberapa media nasional yang memberitakan
mengenai aksi demonstrasi anarkis yang kami lakukan.
Setelah kejadian itu saya memutuskan
untuk lebih selektif dalam mengikuti aksi unjuk rasa,dan dengan kejadian itu
pula menjadi lebih faham bahwa seanarkis apapun mahasiswa tidak akan mampu
mengalahkan kegarangan polisi.