Monday, February 4, 2019

PERS DI PANGGUNG POLITIK (Analisis Relasi Media dan Penguasa di pentas Politik)



By: La Ode Montasir

Relasi antara media dan negara dalam sistem demokrasi modern merupakan pola relasi yang bersifat dinamis, oleh karena itu hubungan tersebut dapat mengalami kondisi pasang-surut. Disatu waktu media dapat menjadi alat pemerintah dalam membangun hegemoni terhadap warga negaranya, sedangkan dilain waktu media juga dapat berperan sebagai New Hope yang mampu menggerakan perubahan dan menginisiasi  reistensi terhadap status quo. Ihwal tersebut sesuai dengan argumentasi Giddens dalam (Ashaf, 2006) bahwa  “negara dan  “masyarakat”  adalah  social practice. utamanya apabila negara dipahami sebagai struktur dan masyarakat sebagai agensi dimana  media adalah salah satu bagian dari elemen di dalamnya. Singkatnya  hubungan antara media dan negara adalah hubungan yang bersifat dialektis.
Pola hubungan antara pemerintah dengan pers di era reformasi adalah hubungan yang dialektis, media secara independen bisa menentukan keputusan untuk menjadi partisan atau mengambil peran sebagai oposisi dari kelompok  vested interest. Pada tataran empirik dewasa ini sebagian besar pers di Indonesia  utamanya kelompok arus utama cenderung mengambil peran kooperatif yakni menjadi bagian dari status quo, namun hal tersebut tidak menandaskan posisi pers sebagai bidak yang menjalankan agenda penguasa dibawah intervensi dan intimidasi. Akan tetapi penetrasi pers dalam lingkaran kekuasaan tersebut cendurung sebagai tindakan rasional instrumental yang berorientasi pada kepentingan pragmatism dan oportunism, kesimpulannya keterlibatan pers dalam di panggung kekuasaan adalah sebagai kroni  dilakukan atas dasar untuk mewujudkan agenda pribadi dari media itu sendiri.
Seringkali perilaku oportunism yang ditunjukkan media dipanggung politik, tidak terlepas dari kepentingan pragmatis dari pemilik media itu sendiri, kondisi tersebut menyebabkan media terjebak dalam dilema antara memenuhi kebutuhan informasi publik atau menyampaikan informasi yang memenuhi tuntutan kepentingan bisnis dengan penguasa, sehingga kerapkali media menjatuhkan pilihan pada opsi kedua yang tentu saja secara ekonomis jauh lebih menguntungkan. Kondisi tersebut berakibat pada terjadinya penyeleksian informasi dimana media cenderung hanya menyampaikan informasi yang  mengakomodir kepentingan kerjasama dengan dengan penguasa, alhasil media kehilangan idealismenya di panggung politik dan tampil layaknya sebagai juru kampanye.  Sebagiamana di jelaskan oleh Dosen Departemen Komunikasi Massa Fikom Unpad Dr. Hj. Siti Karlinah, M.Si (dalam unpad.ac.id, 2017) bahwa, kepentingan ekonomi menjadikan media kerap mengabaikan kepentingan publik. Hal ini terjadi pada sebagian besar media yang mengabaikan idealismenya demi mementingkan aspek bisnis atau politik kondisi ini berimbas pada gatekeeper (penyeleksian informasi) masing-masing media dalam menjalankan fungsinya. Di satu sisi dia harus memenuhi kepentingan pemilik media, di sisi lain dia harus memenuhi tanggung jawabnya pada khalayak”.   
Tidak bisa dipungkiri penetrasi pemilik media dipanggung politik praktis telah menggerus idealisme, netralitas, dan obyektifitas informasi yang sampaikan media kepada publik, suguhan informasi yang bernuansa  provokatif senantiasa dipertontontokan dihadapan khalayak, kondisi tersebut semakin parah terjadi di tahun-tahun politik, ketika akan atau sedang berlangsung suksesi kepemimpinan baik ditingkat nasional atau di tingkat lokal. Secara umum aktivitas tersebut dapat diidentifikasi dalam bentuk pemberitaan yang menyudutkan kandidat pemilu dan acapkali obyek tersebut adalah oposisi, dengan aneka jenis kampanye hitam baik secara terang terangan maupun secara terselubung.
Ihwal tersebut secara gamblang dapat dilihat pada judul berita yang disadur dari beberapa media nasional berikut ini 
  • Tempo.co, Kamis, 15 November 2018 16:07 WIB: Titiek Janji Bila Prabowo Menang RI Akan Seperti Era Soeharto.
  • Tempo.co Sabtu, 17 November 2018 18:09 WIB : Ziarah ke Makam Abah Sepuh, Prabowo Lakukan Hal Tak Lazim.
  • Kompas.com 15/11/2018, 09:03 WIB : Permintaan Maaf Prabowo-Sandiaga yang Disoal Tim  Jokowi-Ma'ruf.
  • Tempo.co, Minggu, 18 November 2018 : Ketika Demokrat dan Gerindra Saling Tuding Ihwal Janji Kampanye.
  • Tempo.co, Selasa, 13 November 2018 10:53 WIB: Tiga Tanda Ketidakharmonisan Partai Koalisi Prabowo – Sandiaga.
  • Berita satu.com, Sabtu, 3 November 2018 pukul 13:51 WIB: TKN Sayangkan Pernyataan Rasis Prabowo.
  • ·Berita satu.com, Senin, 12 November 2018 pukul 18:45 WIB: TKN Curigai Blusukan Sandiaga Adalah Settingan.
  • ·Berita satu.com ,Rabu, 14 November 2018 pukul 14:51 WIB : TKN: Prabowo-Sandi Jangan  Budaya Masyarakat yang Pemaaf.
  • ·Kumparan.com 17 November 2018 12:29 WIB, Perindo: Prabowo-Sandi Sering Buat Gaduh, Mereka Kelabakan Sendiri.
  • ·Media Indonesia.com, Jumat, 16 Nov 2018, 20:40 WIB : Prabowo Dinilai tidak Serius Nyapres.
Presentasi diri pers nasional dewasa ini yang tak ubahnya sebagai pamflet penguasa, berakibat melahirkan “polusi” informasi diruang publik yang teramat parah. Suguhan  Informasi yang ditampilkan bersama aneka bentuk framing dan interpretasi semakin mengaburkan batasan antara fakta dan opini. Kondisi ini pada gilirannya kian menggerus kepercayaan publik terhadap pers nasional, ikhwal tersebut kian diperparah dengan aksi boikot atau blackout terhadap informasi yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pragmatis dan ideologis yang mereka anut.