Oleh
La ode Montasir
Generasi
Milenal dan Determinasi Teknologi Digital
Geliat
perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat diabad ini, telah
membawa berbagai pengaruh yang amat signifikan terhadap kehidupan umat manusia. Baik yang Tua, muda, bahkan balita
sekalipun tidak dapat luput dari jangkauannya. Dinamika perkembangan masyarakat
kontemporer telah menghasilkan capaian
yang sangat membanggakan sekaligus mengkhawatirkan. Sisi positif dari
pencapaian tersebut di identifikasi pada matra kehiduap materiel dengan suguhan
aneka fiture yang amat memudahkan dan memanjakan manusia dalam
menjalankan roda kehidupannya dimuka bumi. Namun pada sisi lain yang juga
sebagai kontras dari ihwal tersebut tersenandung problematika serius yang
secara konkreet dapat di identifikasi pada ranah kehidupan non material
utamanya menyangkut hal-ihwal sifat, karakter dan moral umat manusia. Dalam
term sosiologis, hal ini dikenal dengan istilah, westernistik, hedonistik,
konsumeristik, narsistik, chauvistik, dsb.
Sampai dengan saat ini perkembangan teknologi
dan informasi telah sampai pada era digital. Yang diidentifikasi sebagai suatu
bentuk kehidupan yang dimana manusia
dapat saling berinteraksi dengan sangat mudah meskipun saling berjauhan, era
dimana akses informasi dapat diperoleh dengan sekejap mata meski terpisah jarak
ribuan kilometer. Kehidupan dimana manusia menjadi candu teknologi yang sangat
akut dan teramat parah. Dalam realitas ini kehidupan manusia di era digital
benar-benar berlangsung dibawah otoritas
peralatan dan teknologi digital yang super canggih. Lazimnya Generasi yang hidup dan bertumbuh di
era teknologi digital dinamakan sebagai generasi milenial. Generasi milenial
adalah sebuah generasi yang ditandai dengan ketergantungan yang amat kuat dan besar pada
teknologi Internet. Hari-hari di kehidupan mereka dihabiskan di depan layar
komputer dan gadget. Sebagian besar interaksi yang mereka jalani
bersifat semu sehingga generasi ini benar-benar tumbuh menjadi manusia yang
individualistik. Ericsson Dalam laporannya perihal pola perilaku generasi milienial
masikini, menandaskan bahwa jumlah konsumen layanan video streaming dikalangan
remaja kian meningkat dan tak terbendung
dari hari kehari , dalam temuannya tersebut ia mencatat konsumen layanan video
streaming dikalangan remaja pada rentang usia 16-19 tahun, di tahun 2011 hanya
bekisar 7% dan waktu yang dihabiskan untuk aktivitas tersebut rata-rata 3 jam
sehari tetapi di tahun 2016 angka tersebut bertambah dengan sangat signifikan menjadi 20% dan waktu
yang dihabiskan juga mengalami peningkatan menjadi 9-10 jam perhari. (Ericsson,
dalam https://www.kominfo.go.id, 2016). Masih
dalam laporan yang sama, juga dijelaskan bahwa generasi milenial mengalami
syindrom ketergantungan yang amat parah pada media sosial, utamanya kaitannya
dalam mengakses informasi dan berita-berita aktuil, tingkat kepercayaan terhadap informasi media sosial sangatlah
tinggi. Dalam pada itu zakiyyudin Baidhawi dalam (http://radarsemarang.com,2018) juga mengidentifikasi karakteristik generasi milenial dalam
7 sifat atau perilaku yaitu “Pertama lebih mempercayai informasi yang bersifat interaktif
daripada informasi searah, kedua cenderung memilih ponsel/gawai ketimbang TV, ketiga
akun media social wajib dimiliki, keempat cenderung kurang tertarik (baca;
malas) membaca secara konvensional, kelima memliki pengetahuan lebih tentang teknologi dibanding orang tua mereka, keenam cenderung
tidak loyal namun bekerja efektif, terakhir generasi millenial mulai banyak
melakukan transaksi secara cashless”.
Dari temuan tersebut dapatlah kita
mengabstraksikan bentuk kehidupan generasi milenial yang internalized dengan kecanggihan teknologi digital masa kini dan sangat dominan dijalani
pada ruang maya internet yang semu, kondisi tersebut tentunya akan sangat
mempengaruhi watak, karakter serta kepribadian mereka. Selanjutnya Dapat pula
dibayangkan bahwa determinasi teknologi digital
dalam kehidupan manusia mengubah mereka menjadi individu yang introvert,
minim bahkan zonder pengetahuan dan pengalaman terhadap etika pergaulan
bersama dengan banyak orang dalam realitas kehidupan yang nyata. Pada tataran
empirik Betapa lompatan kuantitaif dalam candu teknologi digital yang
dipaparkan oleh data ericsson tersebut nampaknya tidak sejalan dengan perkembangan kualitas karakter dan
moral individu yang terjadi dewasa ini.
Refleksi Perilaku Generasi Milenial Dalam
Dunia Pendidikan
Tidak
dapat dipungkiri, ragam dampak dari perkembangan teknologi digital yang begitu
pesat dewasa ini juga telah menjamah ranah pendidikan kita, baik pada tataran
mikro, meso maupun ditingkat makro. Tampak tidak terhitung lagi ramainya
hingar-bingar keluhan, dan gerutu dari banyak orang tentang perbedaan sifat dan
perilaku antara siswa masa kini, dengan siswa siswa tempoe doeloe yang konon
terjadi dalam kontras yang amat tajam. Siswa siswi masakini atau generasi
milenial cenderung lebih aktiv, atraktif, dan kreatif tetapi juga seringkali nyeleneh,
kurang menunjukkan etika sopan santun pada orang yang lebih tua bahkan tidak jarang bersikap kurang ajar. Kecenderungan tersebut
tentu saja tidak terlepas dari determinasi teknologi digital yang menguasai
kehidupan mereka, pemanfaatan teknologi tanpa penyaringan dan kontrol yang
tepat, dapat berakibat menjadi tidak terkendali, salah kaprah bahkan
ugal-ugalan. Kondisi tersebut menyebabkan sifat, watak, dan perilaku yang
mereka tunjukkan seringkali menyimpang dari nilai dan norma yang ada, dan
acapkali untuk mengukur seberapa besar tingkat penyimpangan yang terjadi tergantung
kuantitas informasi destruktif yang telah diserap. Pada kenyataannya mendidik
generasi milenial tidak semudah yang dibayangkan, kondisi ini dipicu oleh semakin
merosotnya etika dan moral generasi utamanya pada aspek relasi vertikal antara
siswa dengan orang tua atau terhadap guru, serigkali kita menyaksikan kasus dan
fakta menyakitkan dan memilukan terkait dengan perbuatan Dalam relasi tersebut,
dengan beragam motif yang bahkan tidak rasional. Sebagai contoh dapat disimak
dalam beberapa cuplikan kasus yang disadur dari berbagai media berikut
ini;
1. Jawa pos dalam http://Liputan
6.com , 12, Februari 2018, pukul 12.30 WIB ; Sakit Hati ditegur siswa pukul
guru seni rupa hingga tewas
2. http://Cnnindonesia.com,
18, maret, 2018, pukul 17.46 WIB : Ditegur saat Main HP di
Kelas, Murid Pukul Guru dengan Kursi
3. http://makassar.tribunnews.com, 10, Februari, 2019, Pukul 15,20
WITA : Video Viral Siswa Pukul Guru di Kelas Karena Ditegur Merokok
4. http://nakita.grid.id, 29
Oktober 2018 pukul 12:53 WIB : Tak Terima
Dimarahi, Seorang Siswa Pukul Kepala Gurunya dengan Tongkat Besi
5. https://www.inews.id, 21 Februari 2019 pukul
16:59 WIB : Viral, Video Siswa SMK di Yogyakarta Menantang Gurunya di
Kelas
Rangkuman kasus diatas hanyalah
sedikit dari sekian banyak kasus-kasus serupa yang terjadi dalam masyarakat
belakangan ini, kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan kita semua
utamanya bagi insan pendidik yang mengemban tanggung jawab besar untuk membina
dan mengkonstruk karakter, moral dan pikiran yang nantinya bakal menjadi
cerminan tingkah laku dalam ruang pergaulan sosial yang mereka jalani . disamping
itu fenomena penyimpangan destruktif yang tergambar dalam kasus-kasus diatas
juga merupakan ancaman bagi eksistensi bangsa dan negara tercinta diamasa yang
akan datang,mengingat generasi muda adalah modal sosial yang menjadi penopang
eksistensi sebuah bangsa dalam kerasnya persaingan dan pergulatan antar bangsa
pada segala matra kehidupan.
Konon Indonesia diprediksi akan memperoleh apa yang disebut dengan bonus demografi, dimana
puncaknya akan terjadi ditahun 2030 yang akan datang. saat itu diproyeksikan populasi
usia
produktif
akan lebih mendominasi
dibandingkan
dengan usia non produktif.
Populasi penduduk Indonesia
pada tahun
2030 diprediksi didominasi oleh mereka yang berusia antara 15
hingga 64
tahun.
Sedangkan populasi dominan yang dimaksud saat ini sedang berumur antara 5 sampai
dengan 54 tahun.
Jika
diklasifikasikan lagi,
paling tidak saat ini
terbagi dalam tiga
kelompok utama, yaitu kelompok anak-anak hingga remaja berusia 3-20 tahun,
kemudian
kelompok orang muda di usia 20-40
tahun, serta kelompok dewasa
pada usia 40-52
tahun.
Namun demikian jika hal ini tidak dipersiapkan dengan cukup matang pada
akhirnya semua akan menjadi tidak berti apa-apa, sebab ketika merefleksikan
kondisi generasi muda kita hari ini rasa-rasanya akan sangat sulit untuk
memaksimalkan bonus demografi sebagaimana yang telah dicita-citakan itu.
Referensi
https://www.kominfo.go.id/content/detail/8566/mengenal-generasi-millennial/0/sorotan_media, diakses, 22,
Februari 2019, pukul 10.00 WITA
http://radarsemarang.com/2018/08/02/tantangan-era-millenial-dalam-dunia-pendidikan/ diakses, 22,
Februari 2019, pukul 10.10 WITA
https://www.liputan6.com/regional/read/3250395/sakit-hati-ditegur-siswa-pukul-guru-seni-rupa-hingga-tewas diakses, 22,
Februari 2019, pukul 13.10 WITA
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180308171331-12-281519/ditegur-saat-main-hp-di-kelas-murid-pukul-guru-dengan-kursi diakses, 22,
Februari 2019, pukul 13.15 WITA
http://makassar.tribunnews.com/2019/02/10/video-viral-siswa-pukul-guru-di-kelas-karena-ditegur-merokok-begini-nasib-siswa-smp-itu-sekarang diakses, 22,
Februari 2019, pukul 13.17 WITA
https://www.inews.id/daerah/yogya/viral-video-siswa-smk-di-yogyakarta-menantang-gurunya-di-kelas/466421 diakses, 22,
Februari 2019, pukul 13.21 WITA