Tidak terasa
negeri kita tercinta Republik Indonesia kini telah mencapai usia yang ke 69, terhitung
sejak peristiwa Proklamasi tahun 1945 yang lalu. Di usia nya yang ke 69 ini Republik
Indonesia telah melalui berbagai macam peristiwa sejarah, telah menuai berbagai
prestasi, positif maupun negatif dan terus berbenah diri kearah yang lebih
baik.
Dalam kurun
waktu 69 tahun ini, dapat dilihat dengan jelas republik Indonesia masih jauh
dari apa yang dicita2kan oleh para pendahulu (founding father), Pesimisme dan optimism silih berganti terus menggelayuti jiwa dan fikiran Anak
bangsa akan Indonesia yang makmur dan sejahtera di masa yang akan datang. Namun
apapun itu Kemajuan Indonesia adalah tenggung jawab kita semua sebagai warga Negara
Indonesia, lebih-lebih kepada genrasi muda yang merupakan penerus dan tumpuan bangsa Indonesia di masa yang Akan
datang.
Di ulang
tahun yang ke 69 Republik Indonesia ini ,saya akan bagikan salah satu pidato
kemerdekaan dari seorang Pahlawan bangsa, Founding father,dan juga seorang
ulama besar yang gigih memperjuangkan Islam dan kemerdekaan bangsa
Indonesia dari cengkraman penjajah
belanda dan jepang, dengan berbagai cara. beliau adalah Muhammad Natsir. Pidato
ini merupakan sebuah motivasi agar terus berusaha dan berjuang untuk senantiasa mengisi kemerdekaan yang telah
susah payah di raih dan tidak menyia-nyiakanya begitu saja.
DJANGAN TERHENTI TANGAN MENDAJUNG, NANTI
ARUS MEMBAWA HANJUT.
17 Agustus 1951
Hari ini, kita memperingati hari ulang-tahun Negara kita. Tanggal 17
Agustus adalah hari jang kita hormati. Pada tanggal itulah,pada 6 tahun jang
lalu, terdjadi suatu peristiwa besar di Tanah Air kita. Suatu peristiwa jang
mengubah keadaan seluruhnja bagi sedjarah bangsa kita.
Sebagai bangsa, pada saat itu, kita melepaskan diri dari
suasana pendjadjahan berpindah kesuasana Kemerdekaan.Dalam djiwa bangsa kita
jang djumlahnja 70 djuta itu, bergemuruh semangat revolusi jang total di-tiap2 pendjuru
Tanah Air. Saat kita mulai meletuskan revolusi itu, merupakan suatu keadaan
baru, jang sungguh2 luar biasa. Luar biasa
menurut pandangan kita sendiri, dan lebih luar biasa dalam pandangan luar
negeri. Pada saat itu, seluruhkita madju kemuka dengan tidak pernah melengong
kekiri dan kekanan,tak pernah mengingat bahaja dan derita jang akan ditanggung,
akibat
perdjuangan itu. Kita berdjuang melaksanakan revolusi dan
bertempur dimedan pertempuran bergelimang darah,
dengan djiwa penuh, semangat
bulat.
Walaupun kita baru mulai mentjoba hidup baru, dan hidup baru itu
belumlah merupakan kepastian, karena hebat dan dahsjatnja reaksi musuh untuk membatalkan
Proklamasi kita, namun bangsa kita seluruhnja, sudahlah jakin dengan bulatnja,
bahwa Indonesia takkan kembali lagi mendjadi negara dan bangsa djadjahan. Kita
memandang Proklamasi itu, adalah buah dari kejakinan jang bulat. Tak dapat
diganggu-gugat lagi. Ia akan tumbuh dan berakar dan se-lama2-nja akan kita
miliki sampai achir zaman. Tak seorangpun diantara bangsa kita jang ragu2, akan
kebenaran Proklamasi itu. Kalaupun ada, maka rasanja dapat dihitung dengan
djari, ialah dari pihak orang2 jang sebenarnja berdjiwa budak. Karena semangat jang demikian dipunjai dan dimiliki oleh
bangsa kita, maka segala kesulitan dapat dihadapi dan diatasi. Semua orang menjediakan
dirinja dengan ichlas. Uangnja, harta bendanja, anaknja, suaminja, keluarganja, pendeknja apa sadja jang diminta
perdjuangan, dengan ichlas dan tjepat diberikan. Mereka rela memberikan bantuan
untuk perdjuangan itu, sampai bersedia memberikan semuanja apa
jang
ada padanja, hatta djiwanja sendiri ! Mereka
tak pernah merasa rugi. Tak pernah merasa kehilangan, tetapi
sebaliknja mereka merasa mendapat dan beruntung. Rumahnja dibakar
musuh, hatinja gembira, ia merasa beruntung. Harta bendanja habis
untuk perdjuangan, ia tertawa senjum ! Mereka kehilangan, tetapi rasa mendapat!
Suatu hal jang aneh, tetapi benar telah kedjadian dan kita
saksikan.
Perdjuangan revolusi, menimbulkan d
jiwa jang besar. Rugi jang tak ter-kira2 dirasakan keuntungan dan
kehormatan besar. Semua orang meniadakan dirinja untuk kepentingan
masjarakat ! Bangsa Indonesia, merupakan suatu
beton jang telah berpadu-satu. Batu dan pasir, semen dan kapur
sebagai bagian2-nja, tak pernah lagi kelihatan. Bersatu-padu dalam satu
tekad. Tidak ada perbedaan pendirian, perbedaan ideologi, jang kelihatan.
Tak ada perselisihan paham antara kaum desa dan kaum kota, antara
kaum pergerakan dan kaum pegawai, antara golongan kiri dan golongan
kanan. Semuanja bersatu-padu dalam satu ideologi negara, ialah
merebut Kemerdekaan dari tangan pendjadjah. Kita
melihat bermatjam barisan jang didirikan oleh rakjat jang anggotanja mati
dimedan pertempuran untuk mentjapai Kemerdekaan. Kita melihat ulama2 Islam
mengeluarkan fatwa perang sabilnja, dan ikut berkuah darah dalam medan
pertempuran bersama barisan Hizbullah dan Sabilillah. Dengan sendjata bambu
runtjing atau golok belaka, mereka madju kemuka. Tak banjak perundingan, tak
banjak perhitungan. Mereka jakin menang. "Walaupun sebenarnja keadaan
mereka didalam kelemahan, dipandang dari sudut materiil, tetapi dari sudut
djiwa dan moril, tjukup kuat dan perkasa.
Perdjuangan jang dilakukan, tidak
punja perhitungan, menurut kemestianstrategi jang biasa dipakai, akan tetapi
djustru karena itulah, orang tidak mempedulikan bahaja, dan achirnja sebagai
kita lihat, perdjuangan kita mendapat hasil jang sangat memuaskan. Walaupun
kesulitan selama pertempuran itu, dirasakan begitu besarnja, dan kurban begitu
banjaknja jang kita berikan, baik harta maupun djiwa, tetapi semua itu se-akan2
tidak dirasakan sama sekali. Semua itu didukung oleh satu hasrat, satu
Idee-besar, jakni: melepaskan diri dari pendjadjahan untuk mentjapai kemakmuran
dan
kesedjahteraan rakjat. Buat itulah kita memberikan seluruh kekuatan, kekajaan
dan apa jang ada pada kita, dengan ichlas dan sutji.
Kini !
Telah 6 tahun masa berlalu. Telah hampir 2 tahun Negara kita
memiliki kedaulatan jang tak terganggu-gugat. Musuh jang merupakan kolonialisme,
sudah berlalu dari alam kita. Kedudukan bangsa kita telah merupakan kedudukan
bangsa jang merdeka. Telah sedjadjar dengan bangsa2 lain didunia. Telah
mendjadi anggota Keluarga Bangsa2. Penarikan tentara Belanda, sudah selesai
dari Tanah Air kita. Rasanja sudahlah boleh bangsa kita lebih bergembira dari
masa2 jang lalu. Dan memang begitulah semestinja !
Akan tetapi apakah jang kita
lihat sebenarnja ? Masjarakat, apabila dilihat wadjah mukanja, tidaklah terlalu
berseri2. Seolah2 ni'mat Kemerdekaan jang telah dimiliknja ini, sedikit sekali
paedahnja. Tidak seimbang tampaknja laba jang diperoleh dengan sambutan jang
memperoleh ! „Mendapat seperti
kehilangan". Kebalikan dari saat permulaan revolusi. Bermatjam
keluhan terdengar waktu ini. Orang ketjewa dan kehilangan pegangan. Perasaan
tidak puas, perasaan djengkel
dan perasaan putus asa, menampakkan diri.
Inilah jang tampak pada saat achir2 ini, djusteru sesudah
hampir 2 tahun mempunjai Negara merdeka dan berdaulat. Dahulu mereka girang gembira, sekalipun hartanja habis, rumahnja
terbakar atau anaknya tewas dimedan pertempuran, kini mereka muram dan ketjewa sekalipun telah hidup dalam satu
Negara jang merdeka, jang mereka inginkan dan tjita2-kan sedjak berpuluh dan
beratus tahun jang lampau. Mengapa keadaan berubah demikian ? Kita takkan dapat
memberikan djawab atas pertanjaan itu dengan
satu atau dua perkataan sadja.
Semuanja harus ditindjau kepada perkembangan dalam masjarakat itu sendiri. Jang
dapat kita saksikan ialah
beberapa anasir dalam
masjarakat sekarang ini, diantaranja : Semua orang menghitung pengurbanannja,
dan minta dihargai. Sengadja di-tondjol2-kan kemuka apa jang telah dikurbankannja
itu, dan menuntut supaja dihargai oleh masjarakat. Dahulu, mereka berikan pengurbanan
untuk masjarakat dan sekarang dari masjarakat itu pulamereka mengharapkan
pembalasannja jang setimpal. Memang tiap2 orang tentu ada andilnja dalam perdjuangan revolusi ini,
dalam artian pengurbanan. Harta, tenaga dan keluarga, seperti diterangkan
diatas ! Tiap orang merasakan punggung jang tak bertutup, periuk jang tak
berisi. Sekarang telah timbul penjakit bachil. Bachil keringat, bachil waktu.
dan meradjalela sipat serakah.
Orang bekerdja tidak sepenuh hati lagi. Orang sudah keberatan memberikan
keringatnja sekalipun untuk tugasnja sendiri ! Segala kekurangan dan jang
dipandang tidak sempurna, dibiarkan begitu sadja. Tak ada semangat dan
keinginan untuk memperbaikinja. Orang
sudah mentjari untuk dirinja sendiri, bukan mentjari tjita2 jang diluar
dirinja. Lampu tjita2-nja sudah padam
kehabisan minjak, programnya
sudah tamat, tak tahu lagi apa jang akan dibuat ! Kita bertanja kepada
umat Islam ! Apakah memang
begini jang di-tjita2-kan oleh masjarakat umat Islam, dan apakah memang ini jang dikehendaki oleh bapa dan ibu2 jang telah merelakan anak2-nja
berdjuang ? Apakah masjarakat jang begini jang di-idam2-kan oleh umat Islam ?
Saudara akan mendjawab: „tidak". Kalau memang tidak, adalah suatu tanda
bahwa perdjuangan saudara belum selesai, malah perdjuangan saudara baru mulai.
Itu, suatu tanda bahwa musuh saudara belum hilang ! Hanja musuh saudara
bertukar rupa dan bertukar tempat. Dahulu musuh diluar menghadapi saudara
dengan terang2-an, sekarang musuh jang didalam diri jang meremukkan kekuatan
bangsa mendjadi bubuk. Sudahkah turut pula saudara dihinggapi penjakit lesu
hingga mulai bersikap masa bodoh terhadap apa jang terdjadi disekeliling
saudara ?
Sudahkah saudara turut pula
kena penjakit bachil menjingsingkan lengan badju dan bachil mentjutjurkan
keringat ? Sudahkah turut tumpul pula perasaan saudara membedakan hak dengan
batil ? Sudahkah turut pula saudara „mentjari
diri", memperhitungkan djasa dan laba ? Sudahkah turut pula saudara
merasa djiwa jang kosong, sunji dari tjita2, jang pada satu saat pernah tjita2 itu
mendjadi penggerak bagi segenap pikiran dan anggota badan saudara, mendjadikan
saudara dinamis, penuh inisiatif ? Sudahkah saudara beranggapan, tugasku telah
selesai dan sekarang ialah zamannja mem-bagi2 laba dari hasil perdjuangan jang
telah lalu?
Saudara !
Kalau demikian, saudara telah
mulai termasuk pada golongan orang jang
mendapat, akan tetapi kehilangan. Saudara baru berada ditengah arus, tetapi sudah berasa
sampai ditepi pantai. Dan
lantaran itu tangan saudara berhenti berkajuh, arus. jang deras akan membawa
saudara hanjut kembali, walaupun saudara terus menggerutu dan mentjari
kesalahan diluar saudara. Arus akan membawa saudara hanjut, kepada suatu tempat jang tidak saudara ingini!
Bagi saudara akan berlaku
firman Ilahi dalam surat An-Nur, ajat 39 : „Amal mereka ibarat fatamorgana
dipadang pasir; disangka oleh musafir jang kehausan sumber air jang sedjuk,
tapi demi ia sampai ketempat itu ia tak menemui air setetes djuapun". Saudara
akan ibarat musafir dipadang pasir jang terik itu dan tak akan menemui
idam2-an, akan tetapi jang akan ditemui ialah hokum Allah sebagai akibat dari
pada usaha jang salah-dasar dan tidak mempunjai rentjana.
Maukah saudara terlepas dari
pada genggaman arus itu ? Untuk ini perlu saudara berdajung. Untuk ini saudara
harus berani mentjutjurkan keringat. Untuk ini saudara harus berani menghadapi lapangan
perdjuangan jang terbentang dihadapan saudara, jang masih terbengkalai. Kemiskinan
masjarakat di-tengah2 kekajaan alam kurnia Ilahi, kelesuan batin dan kekosongan
djiwa dari budi pekerti dan tjita2 jang tinggi, di-tengah2 ketjemerlangan palsu
jang menjilaukan mata, bahaja desintegrasi dan kekatjauan jang sedang
mengantjam, jang digerakkan oleh tangan jang bersembunji, semua ini merupakan suatu
lapangan perdjuangan jang berkehendak kepada ketabahan hati dan keberanian !Perdjuangan
ini hanja dapat dilakukan dengan enthousiasme jang ber-kobar2 dan dengan
keberanian meniadakan diri serta kemampuan untuk merintiskan djalan dengan
tjara jang berentjana. Usaha besar jang kita hadapi pada waktu ini, telah
pernah kita hadapi dengan kerelaan menerima segenap konsekwensinja. Dan
perdjuangan jang terbentang dihadapan kita ini, tidak kurang berkehendak kepada
keberanian untuk menegakkan kedudukan bangsa dan falsafah hidupnja, djuga
dengan segenap konsekwensinja dengan berupa „keringat, air mata dan
darah". Dan djikalau pada saat ini kita bergembira dan kegembiraan itu bersumber
kepada rasa bahagia dan kehormatan karena ikut memikul konsekwensi dari
perdjuangan, dengan elan dan enthousiasme jang menghiasi djiwa kita bersama, maka
perajaan 17 Agustus ini adalah mempunjai arti jang sebenarnja. Itulah
hakikatnja jang dinamakan Semangat Proklamasi itu !
Demikian pidato kemerdekaan dari Mohammad Natsir Semoga Allah SWT Senantiasa merahmati beliau, Sekian dan Semoga
bermanfaat.