Tuesday, June 16, 2020

Refleksi Perjalanan Pandemi Covid 19 di Indonesia : Apatisme publik, Kelompok marginal ganda dan Penguatan modal sosial

La Ode Montasir
Penulis adalah guru bidang studi sosiologi di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kendari

Covid 19 dan Problem sosial kemanusiaan
Semangat menyambut  2020 yang menggelora dikala malam pergantian tahun tampaknya harus sirna dalam sekejap mata, diawal tahun ini umat manusia  dikejutkan oleh kenyataan pilu dengan hadirnya wabah besar covid 19 yang mendera seluruh negara dan bangsa di dunia. Ibarat senjata pemusnah massal wabah ini menjalar dan menyebar dengan begitu cepat  tanpa halangan dan rintangan berarti. Betapa tidak nyaris tak satupun diantara ratusan bangsa dan negara tersebut luput dari jangkauan wabah ini. Sampai dengan detik ini, AS (Amerika serikat) masih menjadi kampiun dan epicenter penyebaran covid 19 dari banyak negara di dunia. Tercatat  kurang lebih 2 juta warga AS telah terjangkit  dan 115 ribu ditaranya meninggal dunia, namun demikian jumlah pasien sembuh juga cukup banyak jauh melampaui jumlah korban meninggal dunia (index spectator, 2020).
Hadirnya covid 19 telah melahirkan bencana  yang luar biasa terhadap kehidupan umat manusia, bencana tersebut merengkuh seluruh aspek kehidupan baik Secara sosial maupun spiritual. Tidak tanggung-tanggung, sektor ekonomi yang menjadi struktur utama yang menopang kehidupan Manusia harus anjok hingga ke titik nadir. Demikian pula dalam aspek sosial jeritan kemiskinan dan rasa lapar mendengung semakin keras. Ditambah lagi dengan lonjakan kuantitas sederet masalah sosial lainnya yang tampak nya tidak akan teratasi dalam waktu dekat. Lalu Secara spiritual polemik yang timbul akibat Masalah ini juga tidak kalah ruwet, dan pelik, penutupan rumah ibadah, serta penundaan pelaksanaan ibadah-ibadah wajib, telah membelah masyarakat dalam dua kubu, disatu sisi kebijakan tersebut dianggap tepat sebagai ikhtiar untuk melawan dan mencegah penyebaran penyakit, sementara itu dipihak lain, hal itu justru mendapat  kritik keras dan dianggap sebagai manifestasi nir iman dalam diri pemerintah dan pihak-pihak terkait. Namun demikian ditengah alotnya pergulatan pemikiran dan kepentingan tersebut penyebaran covid 19, belum samasekali menampakkan penurunan kuantitas, pada kenyataannya semakin hari jumlah korban yang dihasilkan oleh virus ini semakin besar dan sulit terkendali.
Dalam pandangan masyarakat awam
Sejak kemunculannya di Wuhan cina akhir Desember lalu, covid 19 telah menjadi trending topik dalam diskusi yang berlangsung di berbagai lapisan sosial. Beragam pandangan, asumsi, dan spekulasi bertebaran menghiasi jagad perbincangan diberbagai kalangan. Tidak terkecuali juga pada masyarakat awam. 
Di Indonesia, tensi perbincangan Masyarakat mengenai isu covid 19 sangat tinggi diawal masa pandemik, hal ini menjadi semakin panas akibat penyebaran beragam informasi terkait topik tersebut di sosial media, namun demikian, tidak semua informasi yang beredar tersebut dapat diverifikasi kebenaran nya sehingga tidak sedikit yang terindikasi sebagai hoax. Keresahan masyarakat akibat dari info hoax tersebut mengakibatkan timbulnya perasaan sanksi terhadap isu covid 19. Hal tersebut tampak pada perilaku sebagian besar masyarakat yang tidak mencerminkan kewaspadaan terhadap bahaya penyebaran wabah itu sendiri   (sense of crisis). Dibanyak tempat, dapat dijumpai kerumunan orang dengan beragam aktivitas, tanpa mengindahkan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang. Satu-satunya yang membuat mereka menjadi patuh terhadap aturan-aturan tersebut adalah tindakan koersif aparat, namun kesadaran kolektif akan bahaya wabah covid 19, hanya dimiliki oleh beberapa kalangan saja. 
Sampai dengan saat ini kurang lebih 4 Bulan negara kita telah bergelut melawan wabah covid 19, namun harapan untuk dapat keluar dari Masalah ini tampaknya masih jauh dari kenyataan. Setiap hari pertambahan jumlah kasus positif masih cukup tinggi, meskipun tingkat kesembuhan juga semakin membaik. Disisi lain Respon kepercayaan masyarakat terkait masalah ini juga semakin menipis, sebagaian besar masyarakat telah kembali beraktivitas sebagaimana biasanya, seolah-olah keadaan sudah kembali normal seperti sediakala. Sementara itu tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam pergumulan melawan wabah ini, tampaknya telah sampai pada batas lelah dan frustasi, sehingga mereka tidak lagi begitu peduli dengan tindakan masyarakat yang ugal-ugalan. 
Pemerintah sebagai aktor kebijakan publik, juga masih menampilkan potret conflict of interest yang cukup tinggi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Ketidak selarasan dalam kebijakan penanganan masalah covid 19, semakin membuyarkan harapan untuk dapat menyelesaikan persoalan ini dalam waktu dekat.
Kelompok marginal dalam pusaran wabah "sudah jatuh tertimpa tangga"
Hadirnya wabah covid 19, telah memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan masyakat disemua kelas sosial. Namun demikian tidak bisa dipungkiri  dampak tersebut sangat dirasakan oleh kelompok masyarakat menengah kebawah. Khusus nya mereka yang tergolong sebagai kelompok marginal Kondisi ini dipicu oleh mandeknya mobilitas sosial ekonomi yang telah menopang kehidupan mereka selama ini.
Dikutip dari buku antologi "tata kelola penanganan covid 19 di Indonesia" tahun 2020, Eddyono dkk, menandaskan bahwa sekurang-kurangnya ada lima kelompok marginal dan paling terdampak oleh wabah covid 19 yaitu
  1. Kelompok Lansia
Populasi kelompok lansia semakin tahun semakin bertambah, menurut data badan pusat statistik Indonesia (BPS RI) jumlah mereka di tahun 2019 telah mencapai 25 juta jiwa yang mana sebagaian besar  hanya berpendidikan sampai dengan sekolah dasar, sementara itu dalam data yang sama juga di sebutkan bahwa 65℅ adalah penyandang disabilitas. Hidup dibawah garis kemiskinan Yang secara ekonomi menggantung kan diri pada sektor informal dan belas kasih keluarga dan tetangga. Sementara itu kerentanan tersebut juga semakin diperparah dengan adanya fakta bahwa kondisi imun para lansia sangat rendah dan rentan terserang oleh berbagai macam penyakit.
  1. Wanita dan anak-anak
Dalam konteks ini, wanita dan anak-anak yang dimaksud penulis adalah mereka yang berasal dari kelompok menengah kebawah. Kerentanan terhadap kelompok ini adalah meningkatnya kuantitas kekerasan dalam rumah Tangga dalam masa karantina madiri dirumah. Kebijakan dirumah aja yang digaungkan kan pemerintah memaksa mereka harus berbagi ruang dengan pelaku KDRT. Hal tersebut dibuktikan diantaranya dengan adanya 59  laporan KDRT yang diterima oleh lembaga bantuan hukum (LBH) apik dalam dua Minggu masa karantina mandiri di Jakarta.
  1. Minoritas Gender
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah kaum waria atau transgender.  kultur masyarakat Indonesia cenderung tidak ramah terhadap kelompok Waria atau transgender, kondisi tersebut mengakibatkan kelompok ini menjadi terstigmatisasi, terpinggirkan dan disfungsional dalam kehidupan bermasyarakat sehingga Hal tersebut berpotensi menjadi semakin parah dimasa pandemik.
  1. Penyandang disabilitas
Menurut survey penduduk antar sensus (SUPAS) tahun 2015 sekitar 21,8 Juta jiwa atau 8,6℅ masyarakat Indonesia adalah penyandang disabilitas. Yang mana setengah dari jumlah tersebut adalah penyandang disabilitas ganda (Eddyono,dkk, 2020). diperkirakan Jumlah tersebut tiap tahun kian meningkat seiring dengan laju pertambahan jumlah penduduk. Kelompok disabilitas telah menjadi objek pembangunan sejak lama, namun demikian pada kenyataannya kelompok ini tetap termarginalisasi dalam berbagai ruang sosial  ekonomi dan politik. Dimasa covid kelompok difabel semakin sulit dengan keterbatasan mereka dalam mengakses sumber daya ekonomi dan kesehatan. tak jarang pula kelompok ini memperoleh perlakuan diskriminatif dalam mengakses sumber daya tersebut. Dilain sisi indikator  yang menyebabkan kerentanan kelompok disabilitas terhadap dampak wabah covid 19 juga tercermin dengan tidak adanya kebijakan  yang mem backup jaminan layanan kesehatan yang baik dari pemerintah.
  1. Kelompok marginal baru
Kelompok ini adalah kelompok marginal yang lahir akibat perubahan sosial ekonomi dimasa pandemik covid 19, mereka adalah, pekerja informal, tenaga kesehatan, masyarakat yang tidak memiliki akses air bersih, masyarakat yang tidak memiliki akses Internet untuk mendapatkan informasi tentang perlindungan diri dari bahaya covid 19, masyarakat yang rentan miskin, serta pasien COVID 19.
Segmentasi dan identifikasi masyarakat terdampak covid Sangat penting untuk dilakukan, hal tersebut bukan hanya mempermudah penyaluran bantuan yang tepat sasaran, akan tetapi juga dapat memberikan informasi mengenai pola interaksi yang mereproduksi ketimpangan sosial dimasa pandemik covid 19 pada berbagai kategori sosial dan budaya.
Mitigasi bencana berbasis Solidaritas sosial 
Dalam laporan deep knowledge group yang dimuat majalah Forbes 13 April 2020, menyatakan bahwa Indonesia memiliki kerentanan yang sangat tinggi terhadap resiko kegagalan penanganan covid 19, hal tersebut didasarkan pada penilaian sistem penanganan covid 19 yang dijalankan selama masa pandemik Berlangsung. Selain itu laporan ini juga mengungkap fakta bahwa Indonesia berada dalam kategori negara bawah  dengan tingkat keamanan dari ancaman covid 19. Namun demikian lembaga tersebut tidak akan dapat menampik bahwa fakta tersebut juga terjadi pada banyak negara di dunia, hal ini tentunya tidak terlepas dari anomali dan ketidaksiapan semua pihak dalam menghadapi situasi krisis yang terjadi dalam beberapa bulan ini. Pada kenyataannya, pengadaptasian  diri dengan situasi pandemik perlahan lahan mulai dapat dilakukan. Meskipun demikian upaya untuk membangun kesadaran kolektif masyarakat Masih harus memerlukan usaha yang lebih keras. Sebagaimana yang sedang digalakkan oleh banyak pihak sejauh ini.
Dalam menghadapi dampak covid 19  Indonesia diuntungkan dengan berbagai modal sosial (social capital) yang telah mengakar dalam kultur masyarakat sejak lama. Salah satu yang paling signifikan adalah solidaritas sosial. Hal ini tercermin dengan tingginya tingkat gotong royong dan potret aktivitas filantropi yang dilakukan selama masa pandemik covid 19 berlangsung. Kenyataan ini seolah melegitimasi dan membuktikan klaim dari  lembaga Charities Aid Fondation (CAF) dalam laporan Wolrd Giving Index tahun 2018 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah bangsa paling dermawan di dunia. Tidak bisa dipungkiri hadirnya berbagai komunitas relawan penanganan covid 19 yang bergerak secara volunteer sangat membantu upaya mitigasi bencana pada masyarakat terdampak, tidak terbilang lagi kisah-kisah kedermawanan dan kepahlawanan individu maupun kelompok berusaha menolong orang lain ditengah gejolak pandemik covid 19 yang menguras segala sumberdaya yang tersedia.
Pada kenyataannya solidaritas sosial merupakan nilai terpenting dan tidak terpisahkan dari tata kelola kebijakan penanganan bencana, kehadiran komunitas relawan volunteer, telah menjadi bagian yang menguatkan unsur-unsur pelaksanaan kebijakan dilapangan. Hal ini diwujudkan dalam sinergitas antara semua pihak yang terlibat baik relawan, pemerintah, swasta, dan semua unsur terkait.
Penutup
Merujuk  pernyataan WHO beberapa waktu yang lalu, tampaknya crisis covid 19 masih akan mewarnai hari-hari kita hingga beberapa tahun mendatang, bahkan besar kemungkinan ini akan menjadi pandemik yang tidak akan pernah berakhir. Olehnya itu mau tidak mau  kita harus menerima kenyataan bahwa kehidupan kita di masa yang akan datang akan terus berurusan dengan masalah ini. Namun demikian Ikhtiar dan optimisme juga harus terus ditumbuhkan untuk mencari jalan keluar dari persoalan ini, penulis atau sebagian dari pembaca tentunya meyakini bahwa kehidupan ini bersifat dialekstis, yakni sebuah siklus yang tidak benar-benar memiliki akhir yang konkret, dalam kondisi anomali yang pada gilirannya berkembang menjadi krisis, Manusia selalu memperoleh jalan Keluar dari semua problematika tersebut, begitulah sejarah terus berulang dan upaya yang sama juga sedang berusaha ditempuh oleh para cerdik cendikia saat ini. Disamping itu, tentu kita juga meyakini bahwa peliknya problematika yang sedang kita hadapi saat ini tidak terlepas dari skenario dari Sang Pencipta. Oleh karena itu, tiap ikhtiar yang kita lakukan hendaknya berlandaskan pada keyakinan dan tawakal kepada Sang Pencipta. Disamping itu perlu kiranya untuk bermuhasabah, melakukan introspeksi diri barangkali hadirnya masalah ini juga disebabkan oleh ulah kita sendiri
Akhirnya marilah kita serahkan penyelesaian masalah ini pada pihak-pihak yang berkompeten, sembari tetap menjaga  kewaspadaan dan memaksimal ikhtiar serta doa demi kebaikan kita bersama.
Wallahu alam bissowab